Anak

Pasien Termuda, Gadis 2,5 Tahun Ini Jalani Operasi Stimulasi Otak Dalam

Seorang gadis berusia 2,5 tahun menjalani operasi stimulasi otak dalam. Menjadi pasien termuda di dunia.

Vika Widiastuti | Rosiana Chozanah

Ilustrasi operasi. (Pixabay/skeeze)
Ilustrasi operasi. (Pixabay/skeeze)

Himedik.com - Seorang gadis balita berusia 2,5 tahun asal Skotlandia menjadi pasien termuda yang menjalani operasi stimulasi otak dalam (deep brain stimulation atau DBS).

Gadis kecil tersebut bernama Viktoria Kaftanikait. Operasi ini mengirimkan impuls listrik melalui otak untuk memperbaiki sinyal saraf yang tidak normal.

Melansir Daily Mail, dia didiagnosis menderita dystonia sesaat sebelum operasi. Suatu kondisi akan membuat tubuhnya menjadi kejang tak terkendali dan membuatnya menjerit kesakitan yang tak tertahankan.

Berdasarkan WebMD, dystonia merupakan kelainan gerakan di mana otot-otot seseorang berkontraksi tanpa terkendali. Kontraksi menyebabkan bagian tubuh yang terpengaruh memuntir tanpa sadar, menghasilkan gerakan berulang atau postur abnormal.

Kedua orang tua Viktoria, Patrycja Majewska dan Martinas Kaftanikaite mengatakan mereka merasa tidak berdaya untuk merawat putri mereka, yang berjuang untuk makan dan bernapas.

Dokter mengatakan, mereka mengoperasi Viktoria untuk menyelamatkan hidupnya karena dalam sejumlah kecil kasus, dystonia dapat berakibat fatal.

Setelah mejalani operasi selama empat jam di Rumah Sakit Evelina, London pada Mei 2019 lalu, akhirnya Viktoria berhasil pulih dan masih menjalani perawatan intensif di kota kelahirannya, Glasgow.

Ilustrasi operasi stimulasi otak dalam (YouTube/Northwestern Medicine)
Ilustrasi operasi stimulasi otak dalam (YouTube/Northwestern Medicine)

Menurut Dystonia Society, operasi DBS dapat menyebabkan pengurangan gejala hingga 80%. Sayangnya, satu dari lima pasien tidak mendapatkan banyak bantuan.

Idealnya, operasi DBS ini harus ditawarkan kepada anak-anak sedini mungkin. Sebab efeknya akan semakin hilang seiring hidupnya pasien dengan dystonia.

Dr Jean-Pierre Lin, konsultan ahli saraf pediatrik yang mengoordinasikan perawatan Viktoria, mengatakan mereka mendiagnosis Viktoria setelah gadis kecil itu merasakan gejala dystonia.

Para dokter juga menemukan penyebab dari gangguan ini adalah adanya mutasi gen GNA01.

Gejala yang muncul adalah lengan, kaki, mata, dan mulut Viktoria terus bergerak, yang membuatnya kesulitan makan dan juga memengaruhi kemampuannya bernapas. Otot-ototnya akan mengalami kejang yang ekstrem, membuatnya menjerit kesakitan.

"Viktoria telah kehilangan kendali gerakan sepanjang waktu. Lengan dan kakinya tidak akan bergerak secara normal dan dia mendorong kepalanya ke bawah dan perutnya naik," tutur sang ibu.

"Kami memperhatikan bahwa sejak usia muda dia tidak bisa memegang apa pun di tangannya, seperti mainan, dan kesulitan mengangkat kepalanya karena itu jatuh dari sisi ke sisi," sambungnya.

Berita Terkait

Berita Terkini