Info

Kisah Penderita Ensefalitis, Penyakit yang Mengubahnya Menjadi 'Orang Lain'

Ensefalitis adalah suatu kondisi langka yang menyebabkan peradangan otak.

Vika Widiastuti | Dwi Citra Permatasari Sunoto

Ilustrasi rumah sakit. (Unsplash/Daan Stevens)
Ilustrasi rumah sakit. (Unsplash/Daan Stevens)

Himedik.com - Infeksi otak yang menyerang Evie Moore (23) mengubahnya menjadi orang yang berbeda. Saat terbangun dari koma ia berpikir bahwa dirinya adalah Mesias (juru selamat).

"Saya seorang utusan dari Tuhan dan saya telah diutus dari surga," cerita Pekerja dewan, dari Cirencester, saat dia terbangun di rumah sakit memberi tahu dokter dilansir dari The Sun.

Wanita berusia 23 tahun itu menderita ensefalitis, suatu kondisi langka yang menyebabkan peradangan otak. Penyebabnya adalah infeksi yang menyerang otak (ensefalitis infeksius) atau sistem kekebalan yang menyerang otak karena kesalahan (ensefalitis pasca-infeksi atau autoimun).

Sementara dia tidak lagi memiliki delusi agama, dia percaya bahwa kondisi tersebut telah benar-benar mengubah kepribadiannya, dan merupakan penyebab hancurnya hubungan serius pertamanya.

Pada tahun 2015, sebelum terkena ensefalitis, Evie adalah seorang wanita muda yang bugar dan sehat yang tinggal bersama pacarnya.

Beberapa bulan sebelum menderita penyakit itu, dia mulai mengalami kecemburuan dan paranoia yang intens.

"Dalam tiga bulan sebelum ensefalitis menyerang, aku menjadi paranoid dan mulai mengerjakan hal-hal yang biasanya tidak menggangguku," katanya.

"Tanpa alasan sama sekali, aku benar-benar khawatir tentang pacarku yang saat itu berbicara dengan gadis-gadis lain, yang tidak pernah menggangguku sebelumnya, dan jika sekarang melihat ke belakang, itu jelas merupakan awal dari itu (penyakit, -red)."

Kondisinya memburuk dengan cepat selama beberapa minggu ke depan dan ketika dia dikurung di tempat tidur pada suatu malam dengan flu, dia memanggil orang tuanya untuk meminta bantuan.

"Ibu dan ayah tahu ada yang tidak beres denganku, karena aku sangat tertekan dan kurang sehat," katanya.

"Menjadi jelas bahwa ini bukan hanya flu. Mereka gelisah."

Bersama dengan pacar Evie, orang tuanya membawa mereka kembali ke rumah di mana Evie tiba-tiba mulai mengalami kejang, bola matanya berputar dan mulutnya berbusa. Orang tuanya yang ketakutan langsung menelepon ambulans.

Evie kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Royal Gloucestershire. Dokter membiarkannya dalam keadaan koma selama 48 jam untuk mengurangi kerusakan otak yang disebabkan oleh kejang.

"Ingatanku sejak saat itu sudah hampir hilang dan aku harus menyatukannya dari apa yang dikatakan orang tua dan adik perempuanku, Ruby," katanya.

"Tapi aku ingat saat datang dan melihat tas kateter di ujung tempat tidurku, berpikir, betapa anehnya, aku bertanya-tanya apa yang terjadi?"

"Lalu aku merasakan sakit yang luar biasa berasal dari tempat aku menggigit lidah selama kejang."

Ilustrasi dirawat di rumah sakit (Unplash/rawpixel)
Ilustrasi dirawat di rumah sakit (Unplash/rawpixel)

Ketika keluarganya datang mengunjungi, Evie tidak bisa mengenali mereka dan hampir tidak bisa berbicara.

Setelah cukup sehat untuk keluar dari rumah sakit, Evie kembali ke apartemen tempat dia tinggal bersama pacarnya dan tidak pernah diberi tahu apa yang menyebabkan ia kejang.

Masih bingung dengan dirinya, dia disarankan untuk selalu bersama dengan seseorang selama dua minggu pertama dan tidak boleh meninggalkan apartemen.

"Aku mulai menjadi delusi juga. Suatu kali, aku menonton berita di TV dan benar-benar ketakutan, ketika berpikir bahwa aku ada di zona perang yang mereka laporkan."

Kejadian lainnya saat Evie berbaring di tempat tidur bersama pacarnya, tiba-tiba tersentak oleh pemikiran bahwa ibunya sudah tiada.

"Saya duduk dengan tegak dan benar-benar yakin dia (ibunya, -red) telah meninggal, seolah-olah seseorang baru saja memberi tahuku, dan aku mulai bersiap-siap meninggalkan apartemen dan pergi ke orang tuaku di tengah malam."

"Sudah jelas bahwa aku harus kembali ke rumah sakit lagi," ungkapnya.

Evie kembali ke rumah sakit tempat dia didiagnosis menderita psikosis. Dia menjadi animalistis dan setelah dua minggu di rumah sakit ia didiagnosis menderita ensefalitis.

“Aku tidak tahu lagi siapa aku. Para petugas medis menempatkanku di sebuah ruangan sendiri. Aku bisa melihat burung-burung terbang di luar dan berpikir aku juga bisa melakukannya."

"Aku mati-matian berusaha untuk melompat keluar dari jendela dan terbang, tapi ayah menggunakan semua kekuatannya untuk menarikku kembali."

"Aku berbalik dan mengumpat, dan aku ingat melihatnya menangis karena umpatan itu," jelasnya.

Karena kondisinya yang semakin seirus, hubungannya dengan pacarnya kandas.

"Dia datang mengunjungiku dan mulai menangis dan kami berdua memutuskan tidak bersama lagi. Saat dia pergi aku menutup gorden dan mulai menangis tersedu-sedu," kenangnya.

Akhirnya setelah perawatan 9 minggu selesai, Evie pindah kembali bersama orang tuanya. Sementara kondisinya membaik, tapi dia tidak dapat bekerja selama 18 bulan karena kelelahan dan disorientasi.

Pada 2017, Evie berhasil kembali bekerja penuh waktu dan meskipun tidak ingin memulai hubungan lain, hidup menuntunnya bertemu dengan teman sekolahnya dulu, George Moore.

Evie memberitahunya semua tentang ensefalitis yang pernah dideritanya dan apa yang terjadi padanya pada kencan pertama. Namun, George membesarkan hatinya, membuatnya merasa jauh lebih baik.

Dia benar-benar mencoba mengubah keadaan dan membantunya pulih. "Sekarang aku sudah pulih dan memiliki George di sisiku, aku benar-benar nyaman dalam diriku lagi," tutupnya.

Berita Terkait

Berita Terkini