Info

Jangan Tunggu Ada Korban, Begini Cara Simpel Mengatasi Bullying di Sekolah

"Korbannya bisa stres, mereka menutup diri, tidak mau cerita nanti jatuh korban lain," tandasnya.

Vika Widiastuti

Talkshow Kesehatan Remaja di FKKMK UGM, Minggu (10/2/2019). (Himedik.com/Vika Widiastuti)
Talkshow Kesehatan Remaja di FKKMK UGM, Minggu (10/2/2019). (Himedik.com/Vika Widiastuti)

Himedik.com - Kasus bullying masih menjadi momok dan PR bersama. Di sekolah, bullying menjadi salah satu penyebab anak dan remaja mengalami depresi.

Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan anak jika tidak ditangani secara tepat. Carla Raymondalexas Marchira, psikiater dari Dept Psikiatri Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM mengatakan, kasus bullying di Yogyakarta cukup tinggi.

"Sebenarnya bapak ibu guru tahu kalau ada bullying waktu saya tanya bagimana kedepannya dan lain-lain. Itu mungkin kasus per kasus," katanya kepada HiMedik.com saat ditemui seusai talkshow Kesehatan Remaja yang diadakan FKKMK UGM, Minggu (10/2/2019).

Menurutnya, guru memiliki peran yang sangat besar dalam mengatasi dan mencegah kasus bullying di sekolah. Jadi, dia pun mengimbau agar tidak dianggap sepele ketika anak melapor.

"Padahal definisinya kan sudah jelas, apalagi kalau mengintimidasi hampir setiap hari, anak-anaknya sampai mengalami gangguan, enggak mau sekolah, sembunyi di kelas, kamar mandi, pindah sekolah, sedih, cemas, bahkan mengakhiri hidup," ujarnya.

Semua itu, lanjutnya, adalah sesuatu yang besar. Jadi, tidak boleh dianggap sepele.  Apalagi ditutup-tutupi dengan alasan nama baik. "Korbannya bisa stres, mereka menutup diri, tidak mau cerita nanti jatuh korban lain," tandasnya.

Dia mengungkapkan, sekolah seharusnya memiliki peraturan yang tepat untuk perilaku bullying dan seksual harrasment karena jika tak ada peraturan, tidak ada dasar atau pegangan untuk melakukan suatu tindakan.

Misalnya awalnya, dia melanjutkan, yang dilakukan adalah persuasif. Kemudian jika tidak mempan bisa melakukan punishment. "Masak yang harus pindak sekolah adalah korbannya atau paling kita tahunya sudah muncul korban di korban," ucapnya.

Bukan hanya menentukan sikap, sekolah juga bisa melakukan langkah pencegahan. Yaitu, saat siswa baru masuk siswa diberi tahu jika sekolah tidak mentoleransi pelaku bullying dan sexual harrasment. "Sekolah ini tidak mentolerir adanya bullying. sekolah ini tidak mentolerir adanya seksual harasment," terangnya.

Lalu, untuk pelanggar awalnya diberi peringatan setidaknya hingga 3 kali. Lalu jika melanggar lagi bisa diskor. Kalau sudah terlalu berat bisa dipertimbangkan untuk dikeluarkan.

Para guru pun, menurut Carla, harus sensitif terhadap perubahan perilaku anak didiknya. Mencari tahu dan mendekati siswa yang terlihat murung untuk mengetahui apa yang terjadi padanya.

"Bullying itu sebenarnya sudah lama, tapi yang paling terakhir yang meninggal. Apa kita mau nunggu. Peraturan yang jelas, sosialisasi, anak didik orang tua juga dikumpulkan. Guru BK atau atau guru lainnya harus sensfitif. Anak ini kok pemurung, sudah mendeteksi. Pendekatan enggak bisa sekali dua kali, tapi harus bekali-kali sabar," tegasnya.

Sementara itu, bagi korban, Carla pun menyarankan untuk konsultasi ke profesional. "Kalau awal saya sarankan ke konselor biasa, gurunya. Kedua ke psikolog kalau yang sudah sangat parah bisa ke kami yang psikiater," pungkasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini