Info

Penelitian Ungkap Vaksin Campak Rubella Tak Picu Autisme

Penelitian ulang ini dilakukan untuk meyakinkan para orangtua dan masyarakat umum bahwa vaksin MMR tidak menyebabkan autisme

Vika Widiastuti

Ilustrasi vaksin. (pixabay/whitesession)
Ilustrasi vaksin. (pixabay/whitesession)

Himedik.com - Beberapa mitos soal vaksin membuat golongan antivaksin berhasil menggoyahkan niat orang tua yang hendak berniat melindungi anaknya dari berbagai penyakit menular.

Salah satunya adalah anggapan bahwa pemberian vaksin MMR yang dapat mencegah penyakit campak, gondong, dan rubella dapat menyebabkan autisme.

Kini penelitian terbaru yang diterbitkan dalam jurnal Annals of Internal Medicine, memastikan bahwa vaksin MMR tidak memicu autisme. Anggapan bahwa vaksin memicu autisme bermula pada 1998 lalu di mana seorang mantan dokter Inggris Andrew Wakefield yang termasuk golongan antivaksin mempublikasikan tulisannya di jurnal Lancet bahwa ada hubungan antara vaksin MMR dan autisme.

Meski makalah ini akhirnya ditarik karena tidak terbukti, para golongan antivaksin menjadikannya sebagai bahan untuk mempengaruhi para orang tua yang ingin melindungi anaknya dengan vaksin.

Nah untuk membuktikan bahwa hal ini tidak benar, tim ilmuwan dari Statens Serum Institute di Denmark menganalisis data lebih dari 600.000 anak-anak di Denmark untuk melihat apakah ada hubungan antara MMR dan autisme. Tim sebelumnya telah melakukan penelitian serupa pada tahun 2002 dengan melihat pertanyaan yang sama.

"Kami melakukan penelitian besar serupa pada tahun 2002. Namun, gagasan bahwa vaksin menyebabkan autisme masih ada meskipun penelitian asli tidak menyebutkan demikian," ujar Anders Peter Hviid, peneliti utama.

Hingga akhirnya Hviid dan tim melihat bahwa pihaknya harus melakukan penelitian ulang untuk meyakinkan para orangtua dan masyarakat umum bahwa vaksin MMR tidak menyebabkan autisme. Apalagi kini penyakit campak menjadi wabah di beberapa negara.

Para peneliti menemukan bahwa dari 657.461 anak yang lahir antara 2009 dan 2010, sekitar 6.517 didiagnosis autisme selama 10 tahun masa tindak lanjut. Untuk mengetahui apakah autisme ini dipicu karena pemberian vaksin MMR, peneliti membandingkan anak-anak yang divaksinasi MMR dengan anak-anak yang tidak divaksinasi MMR.

Tim menemukan bahwa vaksin tidak meningkatkan risiko autisme, bahkan pada anak-anak yang memiliki peningkatan kemungkinan mengembangkan kondisi tersebut, seperti mereka yang memiliki saudara kandung autis. Selain itu, peneliti menemukan bahwa tidak ada peningkatan risiko selama periode waktu tertentu setelah vaksinasi, mengatasi beberapa kekhawatiran yang timbul dari penelitian sebelumnya.

Sementara itu, Katie Flanagan dari University of Tasmania, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan, penelitian ini harus menjadi acuan bagi para orangtua yang mengalami keraguan memberikan anaknya vaksin.

"Karena campak berpotensi mematikan dan sangat menular, cara yang ideal adalah dengan memberantasnya seperti yang dicapai cacar melalui vaksinasi. Namun, pemberantasan campak yang membutuhkan kekebalan imunitas lebih dari 95 persen akan sulit dicapai jika orang masih percaya mitos autisme dan vaksin MMR," tandas dia memperkuat studi vaksin campak rubella tidak picu autisme. (Suara.com/Firsta Nodia)

Berita Terkait

Berita Terkini