Himedik.com - Kamu baiknya waspada, sebuah penelitian mengungkapkan, orang yang mengalami stres di usia dini berisiko mengembangkan pemikiran negatif hingga mengalami gangguan depresi mayor (major depressive disorder).
Baca Juga
Meninggal karena Aneurisma Otak, Ibu Ini 'Selamatkan' Nyawa Pacar Anaknya
Heboh Cacar Monyet di Singapura, Ini Imbauan dari Kemenkes
Cek Sekarang, Kondisi Telapak Tangan Bisa Deteksi Penyakit Kronis
Minum Teh Kembang Sepatu, Ampuh Obati Kanker dan Darah Tinggi
Selain Kematian, Penyakit Cacar Monyet Bisa Timbulkan Komplikasi
"Studi ini mendukung kumpulan literatur yang lebih luas yang menunjukkan bahwa depresi dapat berkembang dari interaksi yang menarik namun kompleks antara proses biologis dan psikologis," kata pemimpin penelitian Emma Robinson, Profesor di University of Bristol, Inggris.
"Ketika kita memahami hal ini dengan lebih baik, kita berharap bahwa pengetahuan yang kita hasilkan (lewat penelitian) dapat berguna untuk merawat kondisi tersebut lebih baik, saat ini dan di masa depan," kata Robinson.
Menggunakan model tikus yang memiliki kesulitan di awal kehidupannya, penelitian ini menunjukkan bahwa hal tersebut lebih sensitif terhadap bias negatif dalam kognisi mereka, ketika diobati dengan hormon stres, kortikosteron.
Diterbitkan dalam jurnal Neuropsychopharmacology, penelitian menunjukkan bahwa dosis kortikosteron tidak berpengaruh pada tikus normal tetapi menyebabkan bias negatif pada hewan yang menghadapi kesulitan pada masa awal kehidupannya.
Studi ini juga menemukan bahwa tikus-tikus yang mengalami kesulitan di awal kehidupannya, lebih kecil kemungkinannya mengantisipasi kejadian-kejadian positif dan gagal mempelajari dengan benar tentang hal menyenangkan.
Gangguan dalam kognisi yang berhubungan dengan kesenangan ini sangat menarik, karena salah satu fitur utama dari depresi adalah hilangnya minat pada aktivitas yang sebelumnya menyenangkan.
Para peneliti menyarankan bahwa efek neuropsikologis ini mungkin menjelaskan mengapa kesulitan kehidupan sejak dini, dapat membuat orang lebih mungkin untuk mengalami depresi. (Suara.com/Dinda Rachmawati)