Info

Studi: Teman Media Sosial Dapat Memengaruhi Pola Makan Kita

Oleh karena itu, jika kita terlalu sering melihat teman mengonsumsi junk food, ada kemungkinan kita akan mengikutinya.

Yasinta Rahmawati | Rosiana Chozanah

Ilustrasi makan sambil berdiri. (Shutterstock)
Ilustrasi makan sambil berdiri. (Shutterstock)

Himedik.com - Sebuah penelitian menunjukkan, orang cenderung mengonsumsi lebih banyak makanan sehat atau junk food yang dapat dipengaruhi oleh teman-teman mereka.

Fenomena ini dapat dikaitkan dengan kebiasaan makan atau kesehatan umum yang mereka perlihatkan di media sosial.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Appetite menemukan, orang akan makan sekitar sepertiga lebih banyak junk food jika mereka berpikir teman-temannya juga mengonsumsi hal yang sama.

Peneliti dari Universitas Aston mengatakan, studi ini memberi bukti pertama bahwa lingkaran sosial online secara implisit dapat memengaruhi kebiasaan makan melalui unggahan di media sosial.

"Studi ini menunjukkan, mungkin kita lebih dipengaruhi oleh teman media sosial daripada yang kita sadari ketika memilih makanan tertentu," kata mahasiswi psikologi di Universitas Aston, Lily Hawkins, yang memimpin penelitian ini.

Ilustrasi media sosial di iphone
Ilustrasi media sosial di iphone (Shutterstock)

Jadi, tambahnya, media sosial dapat digunakan sebagai alat untuk 'menyenggol' perilaku makan satu sama lain dalam kelompok persahabatan, dan berpotensi menggunakan pengetahuan ini sebagai alat untuk intervensi kesehatan masyarakat.

“Dengan anak-anak dan remaja menghabiskan waktu untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan influencer melalui media sosial, temuan baru ini dapat membantu kita dalam memberikan intervensi agar mereka mengadopsi kebiasaan makan sehat sejak usia mud,” kata profesor Claire Farrow.

Menurut ahli diet Aisling Pigott, dilansir The Health Site, penelitian ini menunjukkan bagaimana kita dipengaruhi persepsi online tentang bagaimana orang lain makan.

"Kita harus memperhatikan pentingnya 'mendorong' perilaku positif dan tidak 'mempermalukan' pilihan makanan di media sosial sebagai intervensi kesehatan," ujar Aisling.

 

Berita Terkait

Berita Terkini