Info

Peneliti Sebut 3 Alasan Persentase Kematian Covid-19 Indonesia Tinggi

Setidaknya ada tiga elemen yang menyebabkan persentase kematian virus corona di Indonesia tinggi.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Ilustrasi masker dan virus corona. (Pixabay)
Ilustrasi masker dan virus corona. (Pixabay)

Himedik.com - Persentase kematian di Indonesia akibat corona Covid-19 mencapai 9,4 persen dari total 1.677 kasus, per Rabu (1/4/2020). Angka ini membuat Indonesia menempati posisi tertinggi.

Peneliti dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) Henry Surendra menyatakan persentasi tersebut bisa saja berbeda di lapangan.

Melalui The Conversation, Henry berasumsi bahwa ketidakselaran persentase kematian dan kejadian di lapangan bisa disebabkan karena banyaknya kasus positif yang belum terkonfirmasi.

Menurut Henry, persentasi kematian Covid-19 di Indonesia seharusnya lebih rendah karena mayoritas kasus bisa saja belum terkonfirmasi.

"Ibarat gunung es di tengah laut, yang tampak ke permukaan dan dideteksi oleh laboratorium baru pucuknya. Sedangkan bagian tengah dan dasarnya belum terdeteksi," tulisnya pada the Coversation.

Dengan prediksi itu, Henry menyatakan setidaknya ada tiga elemen yang menyebabkan persentase kematian virus corona di Indonesia tinggi.

Pemakaman jenazah virus corona di TPU Pondok Ranggon, Jaktim. (Suara.com/Bagaskara Isdiansyah).
Pemakaman jenazah virus corona di TPU Pondok Ranggon, Jaktim. (Suara.com/Bagaskara Isdiansyah).

1. Pemeriksaan Minim

Pemeriksan Covid-19 di Indonesia masih minim. Hingga 30 Maret 2020, pemeriksaan baru dilakukan pada 6.600 orang dengan 1.414 orang positif. Padahal jumlah warga mencapai 264 juta jiwa.

Dilansir dari The Wall Street Journal (WSJ), Indonesia menempati ranking ke-14 dalam pengetesan tes corona.

Peringkat pertama yakni Korea Selatan di mana negara tersebut melakukan tes sebanyak 6.148 setiap 1 juta orang. Disusul oleh Australia yang melakukan tes pada 4.447,4 per 1 juta orang.

Ilustrasi rapid test virus Corona Covid-19. (Shutterstock)
Ilustrasi rapid test virus Corona Covid-19. (Shutterstock)

Kurangnya tes juga terbukti pada kasus pemakanan berprotap di Jakarta yang jumlahnya dua kali lipat dari pada kematian terkonfirmasi.

"Sejauh ini, pemerintah hanya memfokuskan pemeriksaan pada orang yang memiliki gejala seperti demam (lebih dari 38 derajat Celcius), pilek, batuk, sakit tenggorokan atau sesak napas setelah kontak fisik dengan pasien positif atau bepergian ke wilayah terjangkit dalam 14 hari terakhir," tulis Henry.

Pada hasil penelitian pemodelan matematika oleh Timothy W Russell dan tim peneliti dari London School of Hygiene and Tropical Medicine Inggris menyatalan, bahwa sekitar 4,5% dari total kasus bergejala yang diperkirakan ada di masyarakat.

Berita Terkait

Berita Terkini