Info

Selama Pandemi Covid-19, Kasus KDRT di Beberapa Negara Meningkat

Saat penerapan jarak sosial, pergi dari rumah dalam rumah tangga yang penuh kekerasan menjadi semakin sulit, sehingga KDRT semakin meningkat.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Ilustrasi KDRT - (Pixabay/Alexas_Fotos)
Ilustrasi KDRT - (Pixabay/Alexas_Fotos)

Himedik.com - Selama pandemi corona, kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meningkat di berbagai negara. Hal itu disebutkan oleh CEO dari jaringan nasional anti kekerasan dalam rumah tangga di Amerika Serikat, Deborah Vagins pada Huffpost.

Melansir dari Huffpost, Vagins mencatat bahwa negara-negara di Amerika Serikat, Prancis, China, Australia, dan Greenland, melaporkan peningkatan KDRT setelah imbauan untuk tingal di rumah. The Straits Times juga melaporkan kejadian serupa terjadi di Jepang. 

"Para korban KDRT tidak memiliki tempat lain untuk menghindari kekerasan selama krisis virus corona," kata Allison Randall, wakil presiden untuk kebijakan dan isu-isu yang muncul di Jaringan Nasional untuk Anti KDRT.

Saat penerapan jarak sosial, rumah teman atau keluarga besar tidak memungkinkan untuk dikunjungi. Korban mungkin tidak ingin pergi ke tempat penampungan kekerasan dalam rumah tangga dan tinggal bersama orang asing selama krisis.

Randall mengatakan para advokat telah mendengar banyak cerita korban KDRT di mana para pelaku menggunakan isolasi dan ketakutan tentang virus corona untuk mengendalikan dan mengintimidasi para korban.

Ilustrasi korban kekerasan seksual, kdrt. (Shutterstock)
Ilustrasi korban kekerasan seksual, kdrt. (Shutterstock)

"Mereka (pelaku) akan mengancam dengan berkata, 'jika kamu pergi, kamu akan terkena virus' atau membakar kartu asuransi mereka dan mencegah mereka pergi ke dokter untuk tes Covid-19," kata Randall.

Para ahli KDRT yang diwawancarai oleh HuffPost juga melaporkan adanya peningkatan penjualan senjata dan amunisi selama krisis Covid-19.

"Banyak pembelian senjata dimotivasi oleh rasa takut," kata Susan B. Sorenson, seorang profesor di Universitas Pennsylvania dan direktur Ortner Center on Violence & Abuse.

"Tetapi sementara masyarakat dapat membeli senjata untuk melindungi keluarga mereka, penelitian menunjukkan bahwa senjata jauh lebih mungkin digunakan untuk mengintimidasi atau mengancam anggota keluarga," kata Sorenson pada Huffpost.

Ilustrasi kekerasan rumah tangga (visualphotos.com)
Ilustrasi kekerasan rumah tangga (visualphotos.com)

Kristen Rand, direktur legislatif untuk Pusat Kebijakan Kekerasan mengingatkan bahwa masih terlalu dini untuk mengetahui apakah pembunuhan-bunuh diri telah meningkat selama krisis virus corona.

"Biasanya, jumlah insiden berfluktuasi dari minggu ke minggu," kata Rand.

"Saya berharap para peneliti akan melakukan studi peer-review tentang apa yang terjadi dengan kekerasan dalam rumah tangga selama periode ini," tambahnya.

Menurut Casey Gwinn, seorang pakar nasional dalam kekerasan dalam rumah tangga dan presiden Alliance for Hope International. Virus corona memang tidak secara langsung menimbulkan sikap kekerasan, melainkan kondisi di balik situasi tersebut.

Berita Terkait

Berita Terkini