Info

Para Ahli Meneliti Pelaku Kekerasan Seksual, Begini Hasilnya!

Para ahli mencatat satu sifat terakhir yang dimiliki oleh pria yang melakukan perkosaan, yakni mereka tidak sadar bahwa mereka adalah akar masalahnya.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Ilustrasi kekerasan seksual - (Shutterstock)
Ilustrasi kekerasan seksual - (Shutterstock)

Antonia Abbey, seorang psikolog sosial di Wayne State University telah menemukan bahwa pria muda yang menyatakan penyesalan cenderung tidak melakukannya pada tahun berikutnya. Sementara mereka yang menyalahkan korban mereka lebih mungkin melakukannya lagi.

"Seorang pemerkosa yang melakukan pola perilaku itu berulang kali biasanya akan berkilah: Saya merasa telah membayarnya atau dia membangkitkan gairah seksual saya," kata Abeby.

Ada perdebatan sengit di antara para ahli tentang apakah ada titik di mana kekerasan seksual menjadi perilaku yang mengakar dan berapa persentase serangan yang dilakukan oleh predator seks.

Sebagian besar peneliti sepakat bahwa batas antara pelaku yang sesekali dan sering melakukan pelecehan seksual tidak begitu jelas.

Minum minuman keras, tekanan yang dirasakan untuk melakukan hubungan seks, kepercayaan pada ujaran "diam berarti boleh" adalah faktor yang membuat pria melakukan kekerasan seksual. Mereka juga sering kali terbelenggu pada anggapan, bahwa perempuan adalah bagian yang berbeda dalam masyarakat.

"Namun tampaknya ada atribut pribadi yang mendorong seseorang melakukan kekerasan seksual. Mereka sangat terangsang untuk melakukan pemerkosaan dan empati rendah," kata Dr. Malamuth.

Ilustrasi korban kekerasan seksual, kdrt. (Shutterstock)
Ilustrasi korban kekerasan seksual, kdrt. (Shutterstock)

Narsisme juga bekerja memperbesar peluang pria melakukan kekerasan seksual dan pemerkosaan.

Menurut para ahli, tak sedikit laki-laki yang melakukan pelecehan seksual sebagai bentuk kekuasaan. Dr. Malamuth telah memperhatikan bahwa pemerkosa yang melakukan berulang sering kali menceritakan kisah penolakan yang di sekolah menengah.

Ketika para lelaki yang dulu tidak populer dan menjadi lebih sukses, mereka membalasnya dengan melakukan pelecehan seolah memiliki kekuasaan atas wanita.

Sebagian besar subjek dalam penelitian ini secara bebas mengakui, bahwa mereka melakukan seks nonkonsensual atau tanpa persetujuan. Sayangnya para pelaku tidak menganggapnya sebagai perkosaan yang nyata.

Studi terhadap pemerkosa yang dipenjara menemukan alibi yang sama. Mereka tidak menyangkal terjadinya kekerasan seksual, tapi mereka mengaku didorong oleh 'sesuatu hal' untuk melakukan pemerkosaan.

"Mereka tidak merasa kalau mereka adalah orang jahat di konteks ini," kata kata Dr. Hamby.

Para ahli mencatat satu sifat terakhir yang dimiliki oleh pria yang melakukan perkosaan, yakni mereka tidak sadar bahwa mereka adalah akar masalahnya.

Kekerasan seksual juga bisa terjadi pada pria dan dilakukan oleh perempuan, namun beberapa penelitian di atas dikhususkan pada kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh pria. 

Berita Terkait

Berita Terkini