Info

Kilas Balik Penanganan Covid-19 di Indonesia, Kapan Wabah Berakhir?

Penyangkalan wabah, sikap terlambat, hingga tidak transparan mewarnai penanganan Covid-19 di Indonesia.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Presiden Joko Widodo (Suara.com/Ummi Hadyah Saleh)
Presiden Joko Widodo (Suara.com/Ummi Hadyah Saleh)

Sementara itu, para ahli epidemiologi khawatir akan terjadi peningkatan kasus yang lebih besar bulan depan (Juni).

Pemodelan oleh ahli epidemiologi di Universitas Indonesia memperkirakan bahwa hingga 200.000 orang Indonesia mungkin memerlukan rawat inap akibat virus corona karena aktivitas lebaran.

Sayangnya, tingkat pengujian Indonesia adalah yang terburuk di antara 40 negara yang paling terpengaruh oleh virus. Perbandingan tes adalah 967 banding 1 juta orang. 

"Bencana masih akan datang," kata Dr. Pandu Riono, seorang ahli epidemiologi yang memimpin upaya pemodelan Universitas Indonesia.

"Bahkan setelah berbulan-bulan, kita masih memiliki pemimpin yang percaya pada keajaiban daripada sains. Kami masih memiliki kebijakan yang mengerikan," tambahnya.

Pada awal wabah, bahkan ketika negara-negara terdekat mencatat peningkatan infeksi lokal, para pemimpin Indonesia bertindak seolah-olah kebal terhadap virus corona.

Ilustrasi masker dan virus corona. (Pixabay)
Ilustrasi masker dan virus corona. (Pixabay)

 

"Mereka menyangkal," kata Dr. Erlina Burhan, seorang ahli paru-paru senior di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta.

Indonesia baru mengkonfirmasi kasus virus corona pertama di awal Maret. Sementara, negara tetangga Malaysia dan Singapura mencatat kasus pertama mereka pada akhir Januari.

Padahal beberapa rumah sakit, terutama di Jawa yang padat mencatatkan kasus pneumonia dengan gejala yang mirip dengan Covid-19. Tetapi mayat dikuburkan sebelum tes virus corona diberikan.

Penyangkalan berlanjut di antara para pejabat pusat. Bahkan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto menyarankan doa sebagai penangkal virus. 

Presiden Jokowi akhirnya mengakui bahwa situasi sebenarnya tidak dibagikan kepada publik untuk menghindari kepanikan yang menyebar di seluruh negeri. Tetapi pembatasan nasional tidak diberlakukan selama berminggu-minggu, sehingga beberapa pejabat provinsi melakukan larangan perjalanan secara mandiri.

Berita Terkait

Berita Terkini