Info

Studi: Virus Corona Bermutasi Lambat, Memudahkan Pengembangan Vaksin

SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19 disebut bermutasi dengan lambat pada sebuah penelitian.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Ilustrasi virus corona Covid-19 (Suara.com/Shutterstock)
Ilustrasi virus corona Covid-19 (Suara.com/Shutterstock)

Himedik.com - Pada umumnya, virus berkembang dan mengalami perubahan genetik atau bermutasi untuk bertahan hidup. Namun, virus corona Covid-19 disebut bermutasi dengan lambat, sehingga akan berdampak baik pada pengembangan vaksin.  Covid-19 disebut penyakit terakhir yang bisa disebabkan oleh SARS-CoV-2.

"Virus ini memiliki perubahan genetik yang sangat sedikit sejak muncul pada akhir 2019," kata Peter Thielen, seorang ahli biologi molekuler di Laboratorium Fisika Terapan Johns Hopkins dan kandidat Doktor Teknik Universitas Johns Hopkins (JHU) seperti yang dilansir dari Medical Xpress

"Merancang vaksin dan terapi untuk satu jenis virus jauh lebih mudah daripada virus yang berubah dengan cepat," tambahnya.

SARS-CoV-2 pertama kali muncul di China pada bulan Desember 2019 sebelum menyebar dengan cepat di seluruh dunia. Dalam beberapa bulan, virus itu telah membuat lebih dari 7 juta orang terinfeksi secara global dan di seluruh dunia, menewaskan lebih dari 400 ribu jiwa.

Dilansir dari Medical Xpress, negara-negara yang terkena dampak telah mendorong langkah-langkah mitigasi ekstrem, termasuk lockdown, karantina secara luas, dan pengelompokan sosial, serta pemakaian masker.

"Tidak mungkin bagi kita untuk benar-benar dapat kembali normal sampai kita memiliki vaksin," kata Winston Timp, asisten profesor teknik biomedis di Whiting School of Engineering.

"Tingkat mutasi virus yang rendah berarti harus memungkinkan untuk menghasilkan vaksin yang sukses," katanya.

Virus corona biasanya bermutasi lebih lambat daripada banyak virus lainnya. Data dari sampel SARS-CoV-2 yang telah diteliti oleh para peneliti dari wilayah Baltimore dan Washington serupa dengan yang dari bagian lain dunia.

"Sejauh ini, perubahan genetik yang terakumulasi ketika virus menyebar tidak menghasilkan strain virus yang berbeda," kata Thielen.

Ini penting karena strategi vaksin yang berhasil harus memperhitungkan mutasi untuk memberikan perlindungan luas.

"Influenza memiliki banyak cara unik untuk berubah dalam waktu singkat dan itu terjadi pada skala lokal dan global setiap musim flu," kata Thielen.

Sementara SARS-CoV-2 berubah perlahan dan karena tidak ada kekebalan terhadap virus, maka virus tidak memiliki tekanan evolusi untuk berubah ketika menyebar.

Ilustrasi virus Corona - (Pixabay/TheDigitalArtist)
Ilustrasi virus Corona - (Pixabay/TheDigitalArtist)

"Dengan SARS-CoV-2, ada beberapa mutasi kecil, tetapi tidak ada yang membuat kita curiga bahwa jika Anda memiliki kekebalan di sini di Maryland Anda tidak akan memilikinya di tempat lain," tambahnya.

Para ilmuwan JHU mengatakan mereka telah melihat kurang dari 24 mutasi antara versi saat ini yang mereka pelajari dan isolat virus asli dari China.

"Dengan jumlahnya yang sedikit. ini berarti vaksin mungkin akan bekerja melawan semuanya," kata Timp.

Namun masih belum jelas, berapa lama kekebalan akan bertahan terhadap virus ini, terlepas dari apakah itu muncul setelah sembuh dari penyakit atau melalui vaksinasi.

Berita Terkait

Berita Terkini