Info

Indonesia Disebut Belum Penuhi Syarat New Normal, Ini Kata Pakar!

Diketahui Indonesia belum berada dalam puncak wabah.

Yasinta Rahmawati

Ilustrasi new normal. (Shutterstock)
Ilustrasi new normal. (Shutterstock)

Himedik.com - Sejalan dengan pelonggaran pembatasan sosial yang diberlakukan pemerintah, sejumlah wilayah di Indonesia sedang berada dalam masa transisi menuju new normalNamun menurut pakar, Indonesia masih belum memenuhi syarat untuk masuk ke dalam masa new normal.

Hal itu dikemukakan oleh pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Dr. Syahrizal Syarif, MPH, PhD. 

Sebab, untuk bisa masuk ke dalam masa new normal dan melonggarkan pembatasan sosial, harus memenuhi 6 syarat yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Enam syarat tersebut antara lain pengendalian transmisi Covid-19, sistem kesehatan yang mumpuni, risiko penyebaran diminimalkan di tempat yang rentan, langkah-langkah pencegahan di tempat kerja dibuat untuk mengurangi risiko, kasus impor di masa mendatang dapat ditangani, dan negara memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat.

"Syarat pertama saja, apakah wabah sudah terkendali, Indonesia itu termasuk dalam salah satu dari 50 negara yang saat ini masih berada dalam situasi wabah fluktuatif," paparnya saat dihubungi Suara.com, ditulis Rabu (24/6/2020).

Indonesia belum berada dalam puncak wabah, dan dalam 7 hari angka penurunan jumlah kasus juga masih tampak tidak konsisten.

Ilustrasi new normal. (Shutterstock)
Ilustrasi new normal. (Shutterstock)

Syahrizal menuturkan bahwa meski Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan bukan lockdown, hal tersebut tetap memberikan gangguan sosial dan ekonomi yang berat.

Pasalnya, gerak masyarakat dibatasi, semua kegiatan ditutup, terutama kegiatan di sektor ekonomi.

Menurutnya, boleh-boleh saja melakukan pelonggaran, namun yang perlu diketahui adalah pelonggaran pasti memiliki konsekuensi. Karena pada dasarnya membatasi pergerakan itu bagian penting dari memutuskan rantai penularan virus corona.

"Kalau melonggarkan sudah pasti terjadi konsekuensi peningkatan kasus. Jadi kalau ada pelonggaran, ada peningkatan frekuensi kontak per satuan waktu dari orang yang sakit kepada orang yang sehat. Itu sudah pasti," kata Syahrizal.

Pelonggaran tanpa lonjakan bisa-bisa saja terjadi apabila dilakukan standar yang minimal, seperti new normal. Walau sebenarnya, lanjut Syahrizal, istilah new normal ini lebih tepat untuk negara yang sudah mengalami penurunan wabah.

"Pakai masker, jaga jarak, cuci tangan, hand sanitizer, itu nggak bisa ditawar. Tinggal sekarang bagaimana agar syarat terpenuhi sementara ekonomi bisa mulai membaik," tandasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini