Info

Pengembangan Terapi Covid-19 Lebih Rumit dari Pembuatan Vaksinnya

Pengembangan terapi memiliki beberapa target yang harus diatasi.

Yasinta Rahmawati | Rosiana Chozanah

Obat untuk Covid-19 (Shutterstock)
Obat untuk Covid-19 (Shutterstock)

Himedik.com - Ilmuwan hingga kini masih mengupayakan pengembangan terapi atau pengobatan serta vaksin Covid-19. Dan beberapa waktu ini kita lebih sering mendapatkan informasi perkembangan vaksin yang telah memasuki tahap ketiga, yaitu uji klinis terhadap manusia.

Berkaitan dengan hal tersebut, editor jurnal ternama membahas Operation Warp Speed dan tanggapan pemerintah AS terhadap Covid-19, yang sebagian besar berfokus pada terapi atau pengobatan.

Fox News melaporkan, Operation Warp Speed adalah rencana pemerintah AS untuk segera meningkatkan pengembangan dan produksi vaksin, terapi, dan diagnostik.

“Terapi, dalam satu hal, lebih rumit daripada vaksin. Ada sejumlah pendekatan untuk vaksinasi dan sejumlah titik akhir yang serupa, tetapi untuk terapi, ada banyak sekali target dan sasaran," kata Dr. Eric Rubin, pemimpin redaksi New England Journal of Medicine (NEJM).

Rubin menjelaskan bahwa terapi dapat dilakukan dengan sejumlah pendekatan, seperti mencoba menargetkan virus, menargetkan host atau menargetkan keduanya. Semua ini tentu memiliki konsekuensi yang berbeda.

Ilustrasi obat-obatan [shutterstock]
Ilustrasi obat-obatan [shutterstock]

Para peneliti dapat memilih molekul sintetis kecil atau makromolekul biologis besar. Hal ini juga memiliki cara pengembangan yang berbeda, katanya.

"Waktu pengembangan dari penemuan hingga terbentuknya obat yang efektif bahkan lebih kama daripada vaksin, seringkali diperpanjang hingga puluhan tahun," sambungnya, dilansir Fox News.

Operation Warp Speed menetapkan tiga kriteria terapi yang dapat mereka dukung, yaitu kandidat harus siap untuk pengujian klinis musim gugur ini, harus ada data praklinis yang kuat yang mendukung penggunaannya, dan setiap kandidat yang dipilih harus dapat dikirimkan dalam skala besar pada akhir 2020.

Namun, Rubin mengatakan kriteria tersebut sangat membatasi calon terapi potensial.

Berita Terkait

Berita Terkini