Himedik.com - Anoreksia nervosa adalah jenis gangguan makan yang melibatkan diet atau kelaparan secara obsesif untuk menghindari kenaikan berat badan.
Anoreksia bisa menjadi kondisi kronis seumur hidup. Risiko itu juga termasuk selama kehamilan.
Baca Juga
Gangguan makan yang ditandai dengan secara aktif menahan kenaikan berat badan dapat memiliki konsekuensi berbahaya bagi anak yang belum lahir.
Berikut beberapa efek pada anak jika sang ibu mengalami anoreksia selama kehamilan, dikutip dari livestrong.
Menghambat Perkembangan Otak
Ketika janin tumbuh, mereka membutuhkan nutrisi tertentu untuk berkembang. Sebagai contoh, asam folat membantu membangun otak dan tulang belakang, sedangkan protein membantu sel berkembang biak.
Malnutrisi dapat menghambat perkembangan otak dengan memperlambat gerakan dan koneksi neuron di otak. Malnutrisi janin telah dikaitkan dengan IQ yang lebih rendah dan ketidakmampuan belajar di kemudian hari.
Berat Lahir Rendah
Berat badan lahir rendah ditandai dengan bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2,4 kg saat lahir.
Selain itu, berat badan lahir rendah dapat merupakan hasil dari kelahiran prematur, risiko yang sangat nyata bagi wanita anoreksia yang sedang hamil.
Bayi dapat mengalami masalah serius, seperti sindrom gangguan pernapasan, pendarahan otak, cacat jantung dan hipertensi di kemudian hari.
Keguguran dan bayi meninggal
Wanita hamil yang menderita anoreksia memiliki risiko yang meningkat untuk keduanya karena stres yang terjadi pada janin akibat masalah kesehatan terkait anoreksia pada ibu.
Terlebih lagi, sebuah penelitian Inggris yang diterbitkan dalam edisi 2007 ''The British Journal of Psychiatry'' menemukan wanita anoreksia lebih cenderung mengalami keguguran bahkan setelah berhasil pulih dari anoreksia.
Masalah lain
Gizi buruk dan asupan kalori saat dalam kandungan dapat memiliki sejumlah efek perkembangan pada bayi yang bertahan di kemudian hari.
Dikuti dari Epigee Women's Health, misalnya. Bayi berisiko lebih tinggi terkena diabetes dan penyakit jantung, dan bahkan memiliki peningkatan risiko kematian sebesar 35 persen karena masalah jantung.
Mereka juga berisiko lebih tinggi untuk menderita ketidakmampuan belajar dan gangguan suasana hati serta gangguan fisik seperti cerebral palsy, masalah jantung dan langit-langit mulut.